STOP PERNIKAHAN DINI: MENYELAMATKAN MASA DEPAN DAN KUALITAS GENERASI BANGSA
STOP PERNIKAHAN DINI: MENYELAMATKAN MASA DEPAN DAN KUALITAS GENERASI BANGSA
Drs. Agus Joko Sulistiono,M.Pd ( Kepala UPT SMP Negeri 1 Kerek )
Pernikahan dini, atau perkawinan anak, adalah isu serius yang masih menghantui Indonesia, meskipun pemerintah telah menaikkan batas usia pernikahan. Praktik ini bukan hanya merenggut hak anak untuk berkembang, tetapi juga menciptakan siklus kemiskinan dan masalah kesehatan yang sulit diputus. Menghentikan pernikahan dini adalah investasi penting untuk kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) bangsa.
Bahaya Tiga Dimensi Pernikahan Dini
Pernikahan dini merusak tatanan kehidupan anak dan keluarga dari tiga aspek utama:
1. Risiko Kesehatan Fisik dan Reproduksi (Ibu dan Anak)
Secara fisik, tubuh remaja, terutama perempuan, belum siap untuk menghadapi kehamilan dan persalinan. Dampak yang ditimbulkan sangat fatal, antara lain:
Komplikasi Kehamilan dan Persalinan: Remaja perempuan berisiko lebih tinggi mengalami anemia, preeklamsia (tekanan darah tinggi selama kehamilan yang membahayakan jiwa), hingga perdarahan hebat saat melahirkan.
Risiko Kematian: Angka kematian ibu dan bayi meningkat tajam pada pernikahan usia dini karena kondisi fisik ibu yang belum matang.
Anak Stunting: Ibu muda sering kali kurang memiliki pengetahuan gizi yang memadai. Hal ini menyebabkan anak yang dilahirkan berisiko tinggi mengalami stunting (gagal tumbuh kembang karena kekurangan gizi kronis) dan berat badan lahir rendah (BBLR), yang berdampak pada kualitas kognitif seumur hidup.
2. Dampak Mental dan Psikologis
Mengarungi bahtera rumah tangga memerlukan kematangan emosi dan psikologis. Remaja yang menikah dini seringkali belum memiliki kemampuan mengelola emosi dan menyelesaikan konflik secara dewasa.
Gangguan Kesehatan Mental: Pasangan muda sangat rentan mengalami depresi, kecemasan, dan trauma psikologis (PTSD) karena tekanan tanggung jawab yang terlalu besar di usia muda.
Tingginya Angka KDRT dan Perceraian: Ketidakstabilan emosi dan kurangnya kemampuan berpikir rasional sering memicu Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), baik fisik maupun verbal. Hal ini berkorelasi dengan tingginya angka perceraian pada pasangan yang menikah di bawah usia 20 tahun.
3. Keterpurukan Ekonomi dan Pendidikan
Pernikahan dini hampir selalu menghentikan akses anak terhadap pendidikan, yang kemudian menjebak mereka dalam lingkaran kemiskinan.
Putus Sekolah: Mayoritas anak yang menikah dini terpaksa putus sekolah, sehingga mereka memiliki keterampilan dan pendidikan formal yang minim.
Kesulitan Finansial: Minimnya pendidikan dan keterampilan membuat mereka sulit bersaing di dunia kerja dan menghasilkan pendapatan yang layak. Pasangan muda cenderung mengalami kesulitan finansial dan ketergantungan ekonomi pada keluarga.
Upaya Kolektif untuk Mencegah Pernikahan Dini
Pemerintah Indonesia telah mengambil langkah hukum yang signifikan melalui Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 yang merevisi UU Perkawinan, menetapkan batas usia minimal pernikahan bagi pria dan wanita adalah 19 tahun. Namun, pencegahan pernikahan dini memerlukan kesadaran kolektif dari semua pihak:
Pihak | Peran dalam Pencegahan |
Pemerintah & Penegak Hukum | Memperkuat regulasi dan penegakan hukum agar tidak mudah memberikan Dispensasi Kawin (izin menikah di bawah umur). |
Sekolah dan Pendidik | Menyediakan edukasi kesehatan reproduksi dan pentingnya perencanaan masa depan (life skills) bagi remaja secara intensif. |
Keluarga dan Orang Tua | Menjadi benteng pertama dengan meningkatkan komunikasi dan memberikan pemahaman bahwa pendidikan adalah prioritas utama untuk mencapai kemandirian finansial dan kesejahteraan. |
Masyarakat | Menghilangkan stigma dan tekanan sosial yang mendorong pernikahan dini, serta berperan aktif dalam melaporkan ancaman pernikahan anak. |
Pernikahan dini adalah isu yang merampas hak anak untuk memiliki masa depan yang gemilang. Dengan menghentikan pernikahan dini, kita tidak hanya menyelamatkan individu, tetapi juga memastikan lahirnya generasi penerus yang sehat, berpendidikan, dan berdaya saing di masa depan. Mari kita dukung kampanye “Stop Pernikahan Dini” demi Indonesia yang lebih kuat.